1. Sejarah dan Perkembangan Estetika
Islam
Dalam buku Estetika Islam oleh Oliver
Leaman menyebutkan
tiga argumen kuat yang menentang penggunaan seni dalam budaya Islam yaitu, penggambaran visual yang kreatif berakibat pada dikuasainya akal pikiran, pemusatan pada gambaran yang menghambat pemahaman hakikat segala sesuatu, dan yang terakhir yaitu bahwa nabi mencela segala bentuk pemberhalaan.
tiga argumen kuat yang menentang penggunaan seni dalam budaya Islam yaitu, penggambaran visual yang kreatif berakibat pada dikuasainya akal pikiran, pemusatan pada gambaran yang menghambat pemahaman hakikat segala sesuatu, dan yang terakhir yaitu bahwa nabi mencela segala bentuk pemberhalaan.
Abdullah
Bin Umar menyatakan bahwa Rasulullah pernah bersabda: “Sungguh, orang-orang
yang membuat gambar-gambar ini akan disiksa di hari kiamat, dikatakan pada para
pembuatnya: hidupkanlah ciptaanmu” (Bukhari dan Muslim).
Berdasarkan
hadist-hadist itulah estetika islam dibatasi, dengan tidak diperkenankan
menciptakan gambar, lukisan atau patung dan yang berbau makhluk hidup. Meskipun
demikian pada kontek estetik dalam arti yang luas, Nabi Muhammad pernah
bersabda; bahwa sungguh Allah telah mengharuskan keindahan dalam segala hal
(Muslim), dan Allah itu indah dan gemar keindahan (Muslim dan Tarmidzi dalam
Agus 1989). Kedua hadist tersebut apabila kita simak, sebenarnya merupakan
jawaban atas estetika Islam yang tertuang dalam karya seni.
Secara
hukum islam, seni atau kesenian itu mubah (jaiz= boleh). Namun dari mubah ini
dapat bergeser menjadi makruh atau lainnya. Pergeseran itu tergantung dari niat
dan bentuk ungkapan seni itu sendiri, serta nilai manfaat bagi umat. Karya seni
(yang dapat bersyarat estetis) harus merupakan ibadah (karya ibadah). Para seniman
tidaklah berdosa apabila niatnya adalah untuk mengungkapkan estetik. Yang
berdosa adalah jika seniman mencoba menandingi ciptaan Allah atau membuat karya
untuk disembah. Namun demikian karena penafsiran hadist selalu berbeda dan
kesahihan hadist juga tidak sama, maka banyak seniman Muslim masih menghindari
ungkapan estetik yang dianggap tidak sejalan dengan hadist-hadist tersebut
Dalam hadist Rasulullah menyebutkan Allah
itu Indah dan menyukai keindahan. Dari sini dapat disimpulkan bahwa
estetika juga ada dan berpengaruh penting dalam Islam dan seni.
Nilai estetik Islam sendiri lebih
menonjolkan satu-kesatuan bentuk yang berulang-ulang sehingga tercipta sesuatu
yang harmonis dan seimbang. Keteraturan itu menggambarkan seni sebagai
pengantar jiwa manusia ke Tuhan, ke Allah.
Sifat keindahan didalam kesusastraan
maupun seni-seni visual, tidak mendapat tempat di dalam filsafat islam, karena
di dalam kebudayaan islam tidak ada pengertian idea keindahan sebagai ekspresi
artistic, jadi terbatas di dalam kritik-kritik terhadap fenomena-fenomena
kesusastraan (retorik dan puisi) saja. Perpaduan kebudayaan islam dan yunani
kuno bisa dilihat pada kebudayaan islam yang sedang mencapai puncaknya (abad ke9 dan ke10). Dua elemen berpadu dan
bercampur dalam kesusastraaan dan filsafat, tidak pernah dapat bersatu secara
sebenarnya. Karena satu, tradisi kesusastraan arab berikut kritik-kritik dan
peraturannya, sebagian besar masih filosofis dan gramatis. Kedua, filsafat
yunani diperoleh dari terjemahan-terjemahan.
Tetapi berlawanan
sekali, di abad ke-9 dan ke-10 seni visual berkembang secara menakjubkan sekali
tanpa sebuah teori, dalam bentuk-bentuk dan proses tradisi arsitek terdahulu.
Penemuan modern menunjukkan bahwa yang dikeluarkan oleh hukum-hukum Islam
tentang bentuk-bentuk ( figur-figur) binatang dan manusia tidak ditaati secara
mutlak, khususnya pada masa-masa permulaan, sebagaimana yang seharusnya. Memang
larang-larangan membatasi perkembangan seni lukis dan pahat, tetapi sejarah dan
kesusastraan menunjukkan bukti-bukti cukup atas kegairahan untuk membangun
dengan batasan-batasan tertentu tentang cinta kepada keagungan, dan kemewahan
yang keluar dari batasan-batasan perintah agama, dan tentang sebuah apresiasi
dalam seni di kalangan aristokrat.
Estetika Islam terus hidup, karena pada dasarnya
estetika adalah fitrah, hanya cara pengungkapannya yang harus disesuaikan
dengan ajaran agama Islam. Walau pada awalnya perkembangan estetika berkisar
pada sekitar masjid dalam bentuk kaligrafi. Estetika justru kemudian berkembang
dan mempengaruhi Negara sekitar dan pada akhirnya kita mengenal gaya Moor, gaya
Mudejar, gaya Ummayah dan sebagainya. Demikian seterusnya Islam berkembang
menyebar sampai India, dan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Pada akhir
perkembangannya estetik Islam tidak lagi berdiri sendiri, tetapi mengadakan
metamorfosa dengan kebudayaan asli daerah setempat.
Pada masa-masa berikutnya:
masa-masa Timurid, Safawid dan dinasti Usman, artis-artis Muslim mulai mendapat
status tertentu, dan mulai zaman inilah kita menemukan adanya katalogus tentang
karya-karya seni dan biografi-biografi seniman kebanyakan adalah pelukis,
kaligrafi dan arsitek; ada juga beberapa buku catatan tentang berbagai seni dan
kerajinan tangan (yang terawal ialah karya-karya hasil seni kerajinan keramik).
Hal ini merupakan awal peletakan prinsip-prinsip estetika.
2. Ciri-ciri Kesenian Islam
a. Mengangkat martabat insan dengan
tidak meninggalkan nilai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai persekitaran dan
sejagat. Alam sekitar galerinya, manakala manusia menjadi seniman yang
menggarap segala unsur kesenian untuk tunduk serta patuh kepada keridhaan Allah
swt.
b. Mementingkan persoalan akhlak dan
kebenaran yang menyentuh aspek-aspek estetika, kemanusiaan, moral dan lain-lain
lagi.
c. Kesenian Islam menghubungkan keindahan
sebagai nilai yang tergantung kepada keseluruhan kesahihan Islam itu sendiri.
Menurut Islam, kesenian yang mempunyai nilai tertinggi ialah yang mendorong ke
arah ketaqwaan, kema'rufan, kesahihan dan budi yang mantap.
d. Kesenian Islam terpancar daripada
wahyu Allah, sama seperti undang-undang Allah dan SyariatNya. Maknanya ia harus
berada di bawah lingkungan dan peraturan wahyu. Ini yang membezakan kesenian
Islam dengan kesenian bukan Islam.
e. Kesenian Islam menghubungkan
manusia dengan tuhan, alam sekitar dan sesama manusia dan juga makhluk.
Islam
tidak pernah menolak kesenian selagi dan selama mana kesenian itu bersifat seni
untuk masyarakat dan bukannya seni untuk seni. Terdapat lima hukum dalam seni
jika diperincikan. Antaranya:
(a) Wajib : Jika kesenian itu amat
diperlukan oleh muslim yang mana tanpanya individu tersebut boleh jatuh mudarat
seperti keperluan manusia untuk membina dan mencantikkan reka bentuk binaan
masjid serta seni taman (landskap) bagi maksud menarik orang ramai untuk mengunjungi
rumah Allah swt tersebut.
(b) Sunat : Jika kesenian itu
diperlukan untuk membantu atau menaikkan semangat penyatuan umat Islam seperti
dalam nasyid, qasidah dan selawat kepada Rasulullah saw yang diucapkan
beramai-ramai dalam sambutan Maulidur Rasul atau seni lagu (tarannum) al-Quran.
(c) Makruh : Jika kesenian itu
membawa unsur yang sia-sia (lagha) seperti karya seni yang tidak diperlukan
oleh manusia.
(d)
Haram : Jika kesenian itu berbentuk hiburan yang :
· Melalaikan manusia sehingga
mengabaikan kewajiban-kewajiban yang berupa tanggungjawab asas terhadap Allah
swt khasnya seperti ibadah dalam fardhu ain dan kifayah.
·
Memberi
khayalan kepada manusia sehingga tidak dapat membedakan antara yang hak (betul)
dan yang batil (salah).
·
Dicampuri
dengan benda-benda haram seperti arak, judi, dadah dan pelbagai kemaksiatan
yang lain.
·
Ada
percampuran antara lelaki dan perempuan yang bukan mahram seperti pergaulan
bebas tanpa batas dalam bentuk bersuka-suka yang melampau.
·
Objek
atau arca dalam bentuk ukiran yang menyerupai patung sama ada dibuat daripada
kayu, batu dan lain-lain.
·
Seni
yang merusakkan akhlak dan memudaratkan individu atau yang berbentuk tidak
bermoral seperti tarian terkini (kontemporari).
·
Jenis-jenis
seni yang dipertontonkan bagi maksud atau niat yang menunjuk-nunjuk dan
kesombongan.
(e) Harus : Apa saja bentuk seni
yang tidak ada nas yang mengharamkannya.
3.
Filosofi
Estetika Islam
Estetika menurut Muhammad Ibn Zakariyah
Pengarang-pengarang lain juga percaya
bahwa gambar-gambar yang indah akan menambah kegembiraan di hati dan mengusir
jau-jauh pikiran-pikiran melankolik. Beginilah umpamanya, pandangan dokter dan
filsuf yang termahsyur, Muhammad ibn Zakariyah Ar-Razi, yang melihat akan
adanya kemampuan efektif dari lukisan-lukisan yang indah, dikombinasikan dengan
warna-waarna yang harmonis, seperti kuning, merah, dan hijau dengan
bentuk-bentuk yang selaras
Pendapat
Estetika menurut Mirza Muhammad Haydar
Karya
historis Ta’rikh-I Rasidi oleh Mirza Muhammad Haydar Duglat, raja dari bani
Safawiyah (abad 16), memandang perbendaharaan kata-kata estetika kritis.
Menurut dia, coretan pena atau kwas (qalam) dan sketsa atau design (tarh) ahli,
haruslah mantap (mahkam). Tetapi harus menunjukan adanya kelembutan (nazuki),
kerapihan (safi), kemurnian (malahat), kematangan (pukhtagi) dan organisasi
(andam). Maka hasil usahanya itu akan menyegarkan (khunuk) dan matang
(pukhtah). Sebaliknya, karya seorang artis rendahan, akan tidak mengandungi
unsur-unsur diatas dan karenanya menjadi kasar (kham) dan kocar-kacir
(bi-andam).
Estetika
menurut Al Ghazali
Abu Hamid Muhammad Alghazali Altusi
adalah seorang tokoh ulama' yang luas ilmu pengetahuannya dan merupakan seorang
pemikir besar dalam sejarah falsafah Islam dan dunia. Kitab Ihya
Ulumuddin merupakan karyanya yang terkenal yang memberi sumbangan
besar kepada masyarakat dan pemikiran manusia dalam semua masalah.
Keindahan merupakan landasan dari
seni. Berdasarkan pernyataan itu, Al Ghazali membagi keindahan menjadi beberapa
tingkat yaitu, keindahan inerawi dan natsani (sensual) yang disebut juga
keindahan lahir, keindahan imajinatif dan emotif, keindahan aqliyah atau
rasional, keindahan ruhaniah atau irfani, dan yang terakhir yaitu keindahan
ilahiyah atau transendental. Dua keindahan terakhir dari Al Ghazali
tersebut itulah yang biasanya dieksplorasi oleh para sufi dalam setiap
karyanya. Secara teori, imajinasi puitis sebenarnya merupakan sarana prinsip
para penyair mistikus untuk membawa pembaca ke suatu pengertian tentang wahyu
kenabian. Sedangkan keindahan ruhania dan irfani (mistikal) dapat dilihat dalam
pribadi nabi. Nabi merupakan pribadi yang indah bukan semata-mata disebabkan
kesempurnaan jasmani dan pengetahuannya tentang agama dan duia, melainkan
karena akhlaknya yang mulia dan tingkat makrifatnya yang tinggi.
Al
Ghazali dapat menemukan pendekatan positif tentang keindahan dalam lukisan.
Bagi penulis-penulis mistik seperti Jaladud-Bin Rumi (abad ke 13), lukisan yang
indah malah menjadi alegoni (tulisan atau figur untuk memberikan
pelajaran-pelajaran moral atau agama) yang disenangi.
Pendapat Nurcholis
Majid Mengenai Estetika Islam
Nurcholis Majid atau yang biasa
disapa Cak Nur merupakan cendekiawan muslim dan merupakan ikon pergerakan
muslim di Indonesia.
Cak nur membedakan antara keberagaman simbolik dan
keberagaman subtansial. Cak nur menentang keras terhadap simbolisme yang
berlebihan dalam keberagaman walaupun dia juga tidak menegasikan pentingnya
simbolisme. Tanpa simbol orang tidak mungkin bisa mencapai yang Ilahi. Ini
menjelaskan bahwa suatu keberagaman juga bisa dinilai sebagai nilai estetik
terutama keberagaman simbol.
Estetika Menurut Sayyid Hussein Nasser
Estetika dalam Islam mempunyai
banyak pengertian. Salah satu pendapat mengenai estetika Islam yang terkenal
datang dari Ibnu Arabi Hossein Nasser atau yang lebih dikenal Sayyid
Hussein Nasser. keindahan menurut Sayyid Hussein Nasser adalah suatu bentuk
keteratuaran yang tak terbatas untuk mencapai kesempurnaan Ilahi.
4.
Karya seni estetika islam
Kaligrafi
Dari
semua kategori seni islami, kaligrafi paling luas tersebar, paling penting,
paling luas dinikmati, dan paling dihargai oleh kaum muslimin.
Hal ini mungkin sekali disebabkan bahwa media ini selalu dipandang tinggi, baik
oleh kaum agam dan seniman. Pada abad ke 16 kaligrafi menduduki penting di
Iran.
Huruf Kufi Salah satu tulisan tertua , yang
diperkirakan dikembangkan di irak menjelang paroh kedua abad kedelapan
masehi, mempunyai bentuk sudut ini dapat kita sebut dengan huruf kufi.
Huruf kufi ini bermacam-macam diantaranya kufi awal karena ini digunakan
dalam naskah-naskah Al-Qur’an awal. Kufi timur karena ini digunakan
dalam penulisan naskah-naskah Al-Qur’an di wilayah timur, kufi berbunga,
kufi jalin, kufi hidup.
Tsuluts adalah tulisan dekoratif yang
dipakai untuk dekorasi arsitektural dan benda-benda kecil, serta garis-garis
atau judul-judul dekoratif dan solofon untuk Al-Qur’an dan naskah-naskah
lainnya.
"Syahru
Ramadhanal-ladzi unzila fiihil qur'an"
Tughra’
Semula ia digunakan sebagai tanda tangan seorang Sultan. Biasanya
Tughra mengandung dua hal, yaitu nama sang raja dan gelar kebesarannya. Tughra
dipasang dalam surat menyurat, biasanya diletakkan setelah basmalah. Tughra
pertama kali digunakan oleh Raja ketiga Daulah Usmaniyah yaitu : Sultan Murad I
(671 - 792 H). Khat tughra' kemudian berkembang tidak lagi sebagai tauqi'
(tanda tangan), melainkan sebagai seni kaligrafi yang sangat indah
melalui tangan para master kaligrafi semisal Mustafa Raqim dan lain lain.
Kaligrafi figural Bisa juga disebut dengan kaligrafi kontemporer karena mengkombinasikan motif-motif figural dengan unsur-unsur kaligrafi dalam bermacam gaya. Dalam desain ini huruf-hurufnya dipanjangkan dan dipendekkan, dilebarkan atau disempitkan, atau dimeriahkan dengan tambahan-tambahan olahan, lengkungan, atau tanda-tanda dan pengisi-pengisi tambahan untuk membuatnya sesuai dengan bentuk non-kaligrafik, geometrik, tetumbuhan, binatang, atau manusia.
Dalam seni islam, ornamentasi atau
zukhruf bukanlah merupakan tambahan pada permukaan saja kepada karya seni yang
telah selesai, guna memberi hiasan yang tidak mempunyai nilai. Sebaliknya,
desain-desaain yang rumit dan indah yang terlihat pada benda-benda seni setiap
daerah dan setiap abad dalam sejarah islam itu memenuhi empat fungsi khusus yang
penting sebagai berikut:
1. Meningkatkan kepada tauhid
2. Menjauhkan pemirsa dari konsentrasi kepada diri sendiri dan
dunia fana ini, dan
membawa ke arah perenungan tauhid
3. Pengindahan, yaitu penggunaan ornamen untuk memperindah dan
memperkaya.
Bangunan Islam
Istana Abbasiyah,
Baghdad
Istana Abbasiyah di Samarra dibangun oleh Khalifah Abbasiyah
Al-Mu'tasim pada 836, ketika ia memindahkan ibukota dari Baghdad ke
Samarra. Ini adalah salah satu era Abbasiyah terbesar istana dapat
bertahan sampai hari ini, di samping istana Abbasiyah di Baghdad pusat.
Istana Abbasiyah hanya tersisa di Baghdad terletak di dekat pintu
gerbang yang menghadap Utara Tigris. Hal ini diyakini telah dibangun oleh
Khalifah Al-Naser Ledinillah (1179 - 1225),
Mesjid Syaikh Lutfallah
Syaikh Lutfallah masjid,
dibangun pada tahun 1617, terletak di pusat dari sisi timur maydan Isfahan,
atau persegi kerajaan besar (512 dengan 159 meter), dibangun oleh Shah 'Abbas I
antara 1590 dan 1602. . Ini adalah ruang multifungsi dengan aktivitas
pedagang yang intensif, yang juga menjabat sebagai rumah untuk upacara ritual
kerajaan, caravanseri kerajaan, mandi, sebuah mint kerajaan, dan rumah sakit -
semua berpusat di ruang alun-alun dan arcade dua lantai sekitarnya di keempat
sisinya.
Kubah merupakan salah satu kubah tunggal beberapa shell arsitektur
Safawi dengan struktur yang terdiri dari tiga tingkatan. Empat squinches
panel menunjuk-melengkung, dibingkai oleh sebuah band prasasti berwarna putih
dan biru dibatasi oleh cahaya cetakan kabel biru, naik dari lantai dan
mendukung layang-layang berbentuk perisai enam belas yang, pada gilirannya,
dukungan drum, yang terdiri dari enam belas panel melengkung .Drum ini dihiasi
dengan bolak-kisi jendela ganda dengan pola arabesque.Kubah interior sunburst
dari yang turun medali inscribing motif bunga, yang menjadi lebih besar karena
mereka turun jauh dari pusat. Bagian luar dari kubah ini dihiasi dengan
motif arabesque dari bunga dalam hitam putih, biru, dan dengan latar belakang
kuning.
SENI SASTRA
Bahasa Arab demikian kayanya dengan
kata benda dan kata sifat sehingga menghasilkan kefasihan, yang tampak dalam
kesesuaian antara ekspresi dengan realitas yang muncul dalam kesadaran. Lebih
dari itu, Bangsa Arab juga telah menciptakan syair Arab, sebentuk ekspresi
sastra yang merupakan puncak seni kesusartraan.
Jenis kesusasteraan islam itu
universal, diantaranya yaitu:
1.
Khuthbah(orasi)
2.
Risalah(esai)
3.
Maqamah(cerita pendek tentang
legenda)
4.
Qishshah(kisah)
5.
Qasidah(syair)
6.
Maqalah (essai yang membahas satu
tema sebagai sentral)
5.
Kesimpulan
Seni dalam Islam bisa diartikan
sebagai sebuah upaya untuk menuturkan kebesaran Ilahi yang mengungkapkan berbagai
aspek kehidupan terutama esensi ketauhidan karena segala sesuatu melantunkan
puji-pujian bagi yang Esa. Oleh karena itu seorang muslim yang baik yang
berkreasi seni, pada hakekatnya harus melaksanakan tugas ibadah, dan menunaikan
fungsi khalifah.
6.
Daftar
Pustaka
Sumber :
Drs. Dharsono, Pengantar Estetika, Rekayasa Sains,
2004.
http://www.scribd.com/doc/36620593/Estetika-Islam
0 bacotan:
Posting Komentar